Opini Romo Franz Magnis-Suseno SJ di HIDUP NO.05 2020, 2 Februari 2020. Berikut cuplikannya:
Kita bisa berkata apa? Barangkali bahwa di mana ada kekuasaan tak terkontrol, kebusukan akan berkembang, juga dalam Gereja. Menurut para ahli, pelecehan seksual tidak ada kaitan dengan budaya tertentu. Jadi diperkirakan bahwa kebusukan itu terjadi di seluruh dunia, hanya di banyak daerah belum muncul ke permukaan. Menurut penulis ini kita harus mengikuti petunjuk Paus dan berani membuka aib itu. Pelecehan anak, pemuda maupun suster dalam Gereja oleh personal tertahbis tidak boleh ditutup-tutup lagi. Perlu juga diperhatikan: kalau ternyata sembilan persen semua imam terlibat (dengan cara-cara berbeda, seperti ditemukan di Jerman), itu berarti bahwa 91 persen tidak terlibat. Jadi bahwa tidak perlu segenap imam tertahbis dicurigai.
Dari umat diharapkan, bahwa pelecehan seksual oleh aparat Gerjani tidak dibiarkan. Pelecehan itu perbuatan kriminal yang harus dihentikan. Langkah-langkah yang sudah diambil oleh Konferensi Uskup Indonesia (Konferensi Waligereja Indonesia) harus didukung dan dipertajam, sesuai dengan harapan Paus. Bahwa dalam Gereja terjadi dosa-dosa seperti itu amat memalukan, tetapi Gereja memang terdiri atas pendosa, di mana yang tertahbis pun termasuk. Bahwa pelecehan seksual mulai dibuka juga merupakan rahmat yang ditawarkan Tuhan.
—-
Selengkapnya bisa dibaca di Gereja Tidak Diam Lagi | Hidupkatolik.com pada 24 Februari 2020. Artikel versi screenshot bisa diakses di SINI. Sumber ilustrasi: Ucanews.com.
Leave a Reply