Berikut nukilan tulisan Romo Ignas Tari MSF (dua halaman) yang menanggapi tulisan Romo Franz Magnis-Suseno SJ (satu halaman) di HIDUP 26 Juli 2020 berjudul “Masih Berapa Lama”. Tulisan Ignas Tari dimuat di HIDUP edisi 9 Agustus 2020.
Dalam kasus kejahatan seksual dan kasus pelecehan yang melibatkan para petugas Gereja seperti yang terjadi di Paroki St. Herkulanus Depok, memaksimalkan forum internal Gereja seperti dewan paroki, pastor paroki, keuskupan, pemimpin-pemimpin tarekat, KWI, termasuk pelaku dan juga korban, menurut pendapat saya merupakan cara tepat-bijaksana untuk menunjukkan keberpihakan pada korban dan menghentikan pelaku. Dalam konteks Gereja Indonesia, tentu saja, perlindungan dan perawatan yang diperlukan bagi para korban tidak boleh mengabaikan perlindungan terhadap reputasi Gereja sebagai lembaga. Maka pelayan Gereja tidak perlu mengungkapkan semua informasi kepada publik. Kita memang harus memberikan informasi yang benar. Tetapi tidak semua yang benar harus diinformasikan. Apakah kita bangga jika reputasi Gereja Indonesia hancur karena kita memberikan semua informasi yang kita anggap benar?
TANGGAPAN ATAS TANGGAPAN IGNAS TARI MSF
Tidak lama setelah tulisan Ignas Tari MSF tersebut beredar di medsos, banyak orang yang menanggapinya. Salah satunya datang dari Azas Tigor Nainggolan, kuasa hukum korban-korban kekerasan seksual di Paroki Herkulanus Depok. Tigor menanggapi tulisan tersebut di akun Facebook-nya dengan judul “Kekacauan Berpikir Seorang Romo Ignas Tari MSF.” Berikut tulisannya:
Sumber ilustrasi: episcopalcafe.com
Leave a Reply