Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di lingkup gereja katolik di Tanah Air merupakan fenomena gunung es yang menyimpan banyak kasus lama yang tidak terungkap. Pastor dan cendekiawan katolik Franz Magnis-Suseno, SJ, mengatakan otoritas gereja katolik yang memiliki kuasa hierarkis memungkinkan para pastor menjadi pelaku kekerasan seksual kepada umatnya.
“Yang menjadi masalah adalah juga di gereja Indonesia. Jelas sekali saya tahu kasus-kasus di mana gereja pertama-tama melindungi diri, gereja menutup-nutup. Katakan saja yang melakukan kekerasan itu memang ditegur, dianggap berdosa, dosa bisa diampuni, mungkin dipindahkan. Yang sama sekali belum ada adalah perspektif korban,” ujar Franz Magnis.
Suster Lusiana, RGS, pendamping korban dari Susteran Gembala Baik, menerangkan kondisi korban pelecehan atau kekerasan seksual di lingkup gereja selalu pada posisi tidak berdaya, malu, takut, dan merasa tidak layak hidup sebagai manusia.
Menurut teolog feminis katolik, Agustina Prasetyo Murniati, konstruksi sosial, budaya dan politik di masyarakat, khususnya di lingkup gereja katolik, mengkonstrusikan umat pada posisi yang berada di bawah kuasa atau inferior. Kondisi yang disebut sebagai sindrom hierarkis ini memosisikan umat awam menjadi enggan bersuara. Agustina memperkirakan hierarkis gereja sebagai masalah yang dihadapi adalah hal yang mustahil dapat diselesaikan.
Selengkapnya bisa dibaca di artikel sumber: Relasi Kuasa Hierarkis dan Kasus Kekerasan Seksual di Gereja Katolik | VOA Indonesia, 11 September 2022.
Leave a Reply